“Pengetahuan berakar dari rasa ingin tahu.
Akar pengetahuan memang pahit, tapi buahnya terasa manis”
Namun, apa itu pengetahuan? Apa bedanya
dengan ilmu pengetahuan
Manusia
merupakan makhluk yang memiliki kemampuan untuk berpikir,
berkehendak dan merasa. Dengan pikirannya manusia mendapatkan (ilmu)
pengetahuan, dengan kehendaknya manusia mengarahkan perilakunya, dan dengan
perasaannya manusia dapat mencapai kesenangan (Sorjoeno, 2007). Manusia bukanlah
makhluk instingsif yang murni. Pikirannya terus berkembang untuk beradaptasi
dengan lingkungannya. Upaya adaptasi manusia terhadap lingkungannya melalui
proses panjang dan kesinambungan. Berawal dari rasa ingin tahu, lalu dengan
pengalaman yang bersifat trial dan error hingga melalui pembuktian ilmiah
kebenarannya dapat teruji secara empiris. Dapat diterima secara inderawi serta
dibenarkan oleh rasio.
Sebagai makhluk yang diberi akal budi, manusia
memiliki hasrat untuk ingin tahu yang lebih tinggi (sense of curiocity) dibandingkan makhuk yang lainnya. Rasa dan
hasrat tersebut yang telah memotivasi manusia dalam proses untuk terus mencari
sesuatu yang baru di luar dirinya. Dapat dikatakan bahwa manusia merupakan
makhluk yang selalu ingin bertanya dan mencari jawabannya. Jawaban yang berusaha
dicari manusia tersebutlah yang pada akhirnya akan memunculkan sebuah ilmu
pengetahuan. Untuk mencapai dimensi ilmiah ada pengetahuan pendukung. Pertama, dorongan untuk mengetahui yang
muncul dari keterpaksaan untuk mempertahankan hidup. Kedua, dorongan kebutuhan untuk mengetahui lebih mendalam, yakni
untuk menemukan tata susunan yang sesungguhnya dalam kenyataan. Ketiga, dorongan untuk mengetahui
menyangkut penilaian mengenai realisasi meng-adanya (eksistensi) manusia.
(Jalaluddin, 2013).
Ilmu pengetahuan sendiri terdiri dari dua komponen
yaitu “ilmu” dan “pengetahuan”. Ilmu adalah
kumpulan pengetahuan yang disusun secara sistematis dan diperoleh dari
aktivitas berpikir manusia melalui metode tertentu yang kebenarannya dapat
diuji kritis oleh orang lain. Sedangkan pengetahuan adalah kesan dalam pikiran
manusia sebagai hasil dari penggunaan panca indranya. Tidak semua pengetahuan
merupakan ilmu, namun semua ilmu merupakan sebuah pengetahuan. Pengetahuan
alamiah hanya terbatas pada rangkaian informasi tentang sesuatu benda, fakta
peristiwa, dan lainnya. Melalui pengetahuan alamiah, seseorang hanya dpat “mengetahui”
atau “tahu” saja. Ilmu pengetahuan tidak sesederhana itu. Tidak hanya sekedar pengetahuan
terhadap realitas seperti apa adanya. Ilmu pengetahuan ingin mengetahui secara
lebih dalam terhadap semuanya itu. Untuk memperolehnya, Maka perlu dilakukan
beberapa pendekatan yang dapat dipercaya mampu mengungkapkan kebenaran secara sahih
(valid) dan tidak sebatas “Asal terima”.
![]() |
sumber ilustrasi: kevtak.com |
Secara bahasa science
berarti “keadaan atau fakta mengetahui dan sering diambil dalam arti
pengetahuan (knowledge) yang
dikontraskan dengan intuisi dan kepercayaan. Ilmu pengetahuan yang dimaksud
dengan sains (science) adalah
pengetahuan ilmiah atau pengetahuan bersifat ilmu, secara ilmu pengetahuan, memenuhi syarat (hukum) ilmu pengetahuan. Dengan demikian hanya
pengetahuan yang yang memenuhi syarat-syarat dimaksud bisa disebut sains (ilmu
pengetahuan). van Puersen berpendapat
bahwa yang disebut ilmu pengetahuan adalah adalah pengetahuan yuang
terorganisasi, yaitu dengan sistem dan metode berusaha mencari
hubungan-hubungan tetap di antara gejal-gejala. Menurut Achmad Baiquni ilmu
pengetahuan, sebagai himpunan pengetahuan manusia yang dikumpulkan melalui
porses pengkajian dan dapat diterima oleh rasio, artinya dapat dinalar. (Jalaluddin,
2013). Soerjono Soekanto (2007) mengemukakan elemen dasar dari ilmu pengetahuan
(sains) meliputi:
1. Pengetahuan, kesan dalam pikiran manusia sebagai
hasil penggunaan pancaindra yang berbeda dengan kepercayaan dan informasi yang
keliru.
2. Tersusu secara sistematis, tidak semua pengetahuan
adalah ilmu, karena hanya pengetahuan yang tersusun secara sistematis saja yang
dapat dikatakan sebagai ilmu
3. Menggunakan pikiran, pengetahuan diperoleh melalui
pengamatan/observasi yang diterima melalui pancaindra dan diolah menggunakan
pikiran.
4. Objektif, ilmu pengetahuan harus dapat diketahui/dikontrol
oleh masyarakat umum yang mungkin berbeda dengan yang kita kemukakan.
Proses Perkembangan Ilmu
Pengetahuan
George J. Mouly
mengemukakan sudut pandangnya tentang perkembangan ilmu pengetahuan dengan
menggunakan proses sebagai pendekatan. Menurutnya ada tiga tahap perkembangan
ilmu pengetahuan yaitu, animisme, empiris kemudian menjadi teoritis
(jalaluddin, 2013).
1. Animisme
Seperti proses terjadinya hujan hingga terjadinya banjir yang selalu dihubungkan dengan perbuatan dewa-dewa merupakan sebuah pemikiran masyarakat yang masih primitif. Pada tahap ini ilmu pengetahuan masih dihubungkan dengan unsur-unsur mitos. Dalam hal ini para dewa memainkan peranan penting dalam kehidupan. Keadaan yang bersifat gaib atau fase animistis ini belum sepenuhnya berlalu, bahkan pada beberapa golongan beradab. Sebagai contoh di negara seperti Amerika, kepercayaan gaib akan kucing hitam dan guna-guna masih dijumpai. Di Indonesia sendiri masih banyak di jumpai praktek pengobatan alternatif yang keabsahannya menjadi susah dibuktikan melalui metode sains.
2. Ilmu Empiris
Dalam fase ini gejala alam tidak lagi dihubungkan dengan alam gaib. Lambat laun masyarakat mennyadari bahwa gejala alam dapat diterangkan sebab-musababnya. Fase ini merupakan fase paling penting dalam menandai permulaan ilmu pengetahuan sebagai pendekatan sistematis dalam pemecahan masalah. Dalam prosesnya langkah-langkah ini dilakukan melalui observasi yang lebih sistematis dan kritis, pengujian hipotesis secara sistematis dan diteliti di bawah kontrol. Ilmu pengetahuan pada tingkat empiris ini adalah untuk mengungkapkan mengapa berbagai gejala bisa terjadi. Proses yang dimaksud tersusun secara sistematis melalui:
a.
Pengalaman
Ilmu pengetahuan dimulai dengan
observasi/pengamatan, dan ditambah dengan observasi lanjutannya. Menurut George J. Mouly pengalaman yang dikumpulkan indivdiual tidaklah
cukup. Selain terpisah-pisah pengalaman yang demikian itu masih belum memiliki
arti dalam prinsip keilmuan.
b.
Klasifikasi
Klasifikasi merupakan dasar
fungsional, suatu prosedur pokok dalam penelitian sebagai cara sederhana dan
cermat dalam memahami sejumlah besar data. Makin persis klasifikasi dibuat,
makin jelas arti yang dibawannya dan makin spesifik pula dasar yang membentuk
klasifikasi tersebut. Dalam klasifikasi ini akan terbentuk kelompok data dalam
kelas-kelas khsusu yang lebih spesifik.
c.
Kuantifikasi
Kuantifikasi (penghitungan) dapat
memberikan ketelitian yang diperlukan bagi klasifikasi dalam ilmu yang lebih
matang. Dengan penggunaan sistem
numerik, kuantifikasi lebih teliti. Selain itu dengan kuantifikasi data
terkumpul dapat dijelaskan melalui satuan-satuan lambang yang konkret
d.
Penemuan hubungan-hubunagan
Lewat berbagai klasifikasi dapat ditemukan
hubungan antara aspek-aspek komponennya. Hubungan fungsional antara berbagai
gejala dapat juga diobservasi lewat urutan kejadian. Hubungan tersebut
misalnya, ukuran fisik berkaitan dengan umur. Kemudian tingkat usia dihubungkan
dengan kematangan mental. Dari kematangan mental ini baru dihubungkan dengan
kemampuan membaca. Dalam proses penemuan penghubungan diperlukan seleksi yang
tepat.
e.
Perkiraan kebenaran
Menemukan kebenaran dalam ilmu
pengetahuan, prosesnya cukup panjang. Kebenaran yang dicapai tidak sekali jadi,
dan bukan berdasarkan perkiraan semata. Kebenaran demi kebenaran harus diproses
secara berulang-ulang hingga ditemukan kebenaran empiris.
3. Ilmu Teoritis
Ilmu teoritis merupakan perkembangan terakhir dan sempurna dari ilmu pengetahaun, di mana hubungan dan gejala yang ditemukan dalam ilmu empiris diterangkan dengan dasar suatu kerangka pemikiran tentang sebab-musabab sebagai langkah untuk meramalkan dan menentukan cara untuk mengontrol kegiatan agar hasil yang diharapkan dapat dicapai. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan, teori dapat digunakan untuk meramal dan mengarahkan penemuan fakta empiris, misalnya bom atom tidaklah dibuat secara empiris. Enstein dan rekan-rekannya mulanya hanya mengembangkannya secara teoritis. Setelah itu berpaling pada pengujian secara empiris.
Tanpa ilmu pengetahuan manusia akan banyak mengalami
kebuntuan dan kesesatan dalam menjalani kehidupan. Hal tersebut seperti kisah
yang terjadi di negara Prancis dimana ada seorang botanis yang mengidentifikasi
tomat sebagai “buah persik serigala”. Beredar mitos bahwa siapa yang memakannya,
akan kejang, keluar busa, dan dapat menyebabkan kematian. Seseorang pada saat
itu tidak berani menyentuhnya apalagi
memakannya. Tomat pada akhirnya hanya dijadikan sebagai tanaman hias. Pada saat
itu radang gusi menjadi wabah penyakit yang yang berbahaya. Wabah tersebut
muncul akibat kurangnya vitamin C, yang justru banyak terkandung di dalam buah
tomat. Obat radang gusi yang melimpah dipekarangan, tapi mereka mati karena
paradigma yang keliru. Sesat pikir tersebut akhirnya berubah ketika beredar
sebuah informasi baru. Bangsa Itali dan Spanyol mulai mengkonsumsi tomat. Sejak
saat itu buah tomat menjadi populer untuk dikonsumsi apalagi semenjak mereka
mengetahui khasiatnya yang telah teruji (Sumardianta, 2013).
Daftar Pustaka:
Jalaluddin. 2013. Filsafat Ilmu
Pengetahuan. Jakarta: Rajawali Pers.
Soerjono Soekanto. 2007. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali
Pers.
Sumardianta. 2013. Guru Gokil Murid
Unyu. Yogyakarta: Bentang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar