Paradigma perilaku sosial menekankan pada pendekatan
yang bersifat objektif empiris. Meskipun sama-sama berangkat dari pusat
perhatian yang sama dengan definisi sosial, yakni “interaksi manusia”, tetapi paradigma
perilaku sosial menggunakan sudut pandang “perilaku sosial yang teramati dan
dapat dipelajari.” Jadi, dalam paradigma ini perilaku sosial itulah yang
menjadi persoalan utama, karena dapat diamati dan dipelajari secara empiris.
Sementara apa yang ada di balik perilaku itu (misalnya saja: maksud dan
perilaku tertentu, motivasi di di balik perilaku itu, kebebasan, tanggung
jawab) berada di luar sudut pandang paradigma perilaku sosial.
Sebagaimana dijelaskan oleh George Ritzer (2008), bahwa sosiologi menerima paradigma ini karena paradigma perilaku sosial memusatkan perhatian pada persoalan tingkah laku dan pengulangan tingkah laku tertentu sebagai pokok persoalan. Dalam paradigma ini, perilaku manusia dalam interaksi sosial itu dilihat sebagai respons atau tanggapan (reaksi mekanis yang bersifat otomatis) dari sejumlah stimulus atau rangsangan yang muncul dalam interaksi tersebut. Reaksi mekanis dan otomatis seperti itu kerap terjadi dalam interaksi antar-individu tertentu (Veeger, 1993). Dalam dunia politik, pihak-pihak yang berkepentingan dalam Pemilu sebagai contoh, kerap kali menaruh perhatian besar pada teknik-teknik yang memastikan perilaku rakyat, memilih figur yang diinginkan. Di negara-negara totaliter umumnya mendukung paradigma ini, karena manusia dipandang sebagai individu yang perilakunya deterministik, sehingga mudah dimanipulasi baik melalui indoktrinasi, brain-washing, maupun dalam bentuk aksi-aksi propaganda sepihak. Adakalanya perilaku manusia tidak berbeda jauh dengan perilaku binatang, meskipun kita tahu manusia mampu berpikir dalam bertindak, tetapi pikirannya itu kerap mengikuti pola tertentu yang kurang lebih sama (Veeger, 1993).
Tokoh utama yang bernaung dalam paradigma ini adalah
Geroge C. Homas, yang telah memperkenalkan teori pertukaran sosial (Exchange theory). Manusis digambarkan
sebagai individu yang bertindak selalu atas dasar kepentingan-kepentingan
tertentu, dan oleh karenanya masalah utama sosiologi (menurut paradigma ini)
adalah mencari dan menelaah kepentingan-kepentingan itu. Sebaliknya, untuk
mengetahui cita-cita, keyakinan, dan kebebasan individu, di balik perilakunya
(dalam paradigma ini) hanya dipandang sebagi mitos atau day dreaming yang sulit dibuktikan secara empiris (Veeger, 1993).
Sumber
Ritzer, George & Goodman, Douglas J. 2004. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Ritzer, George. 2004. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Veeger, J. Karel. 1993. Pengantar Sosiologi, Buku panduan mahasiswa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama:
Wirawan, I.B. 2012. Teori-teori Sosial dalam Tiga Paradigma.Jakarta: Kencana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar