-->

Figur Sosiolog Peter Ludwig Berger

Figur Sosiolog Peter Ludwig Berger

Kamis, 10 September 2020

PENGERTIAN FENOMENA SOSIAL, FAKTA SOSIAL, & REALITAS SOSIAL


Fenomena Sosial

Fenomena sendiri dikenalkan oleh filsuf Imanuel Kant. Fenomena diartikan sesuatu yang nampak pada diri kita. Sedangkan sesuatu yang apa adanya disebut nomena. Menurut Kant sesuatu apa adanya (nomena) atau objektif  tidak dapat diakses oleh manusia.  Jadi sesuatu yang sudah dipersepsikan , diakses dan dipahami orang disebut fenomena.

Untuk contoh pertama, teh manis itu sebenarnya tidak ada secara objektif, teh manis baru ada ketika sudah di persepsikan dan dicoba oleh manusia. Rasa manis yang baisanya ada pada gula dan madu kini dapat dipadukan dengan teh. Jadi sebenarnya fenoma bukanlah hal yang unik karena setiap pengalaman yang telah dipersepsikan  manusia itu sendiri menjadi fenomena

Konsep fenomena sosial sendiri adalah melihat masyarakat dari kacamata masing-masing individu. Setiap individu memiliki pemikiran yang beragam terhadap kehidupan sosialnya. Dalam masyarakat tidak ada peristiwa dan kejadian yang baku kecuali apa yang telah dipersepsikan oleh manusia.

Sebagai contoh untuk fenomena sosial, ketika diterapkan aturan untuk jaga jarak, saat itu juga persepsi yang muncul di masyarakat sangat beragam. Ada yang beranggapan bahwa ini sengaja untuk memecah persatuan. Yang lain juga beranggapan bahwa jaga jarak terkait rencana penanaman mirochip di tubuh manusia. Beberapa beranggapan jaga jarak itu saat di area yang ada petugasnya.

Dari konsep ini kehidupan sosial tidak sebatas dari yang kita pahami namun juga dari yang orang lain pahami juga. Bukan hanya dari aturannnya namun dari bagaimana manusia mempersepsikannya.

Fakta Sosial

Istilah ini dikenalkan oleh sosiolog bernama Emile Durkheim, menurutnya masayarakat tidak dapat dijelaskan dari ranah individu seperti dalam fenomenologi. Masyarakat itu bersifat eksternal dan objektif sehingga bukan prasangka yang dibuat oleh indivu. Melalui konsep fakta sosial kehidupan sosial dapat diperhitungkan dan dijelaskan secara objektif.

Fakta sosial mengartikan kehidupan sosial sebagai suatu kekuatan di luar manusia yang mampu memaksa, dan mengatur kehidupan manusia. Apa yang terjadi pada manusia di dalam masyarakat semuanya merupakan bentukan darinya. Kekuatan eksternal tersebut berwujud seperti  aturan (apakah itu undang-undang, hierarki kekuasaan dan wewenang, sistem peradilan, serangkaian peran sosial, nilai dan norma, pranata sosial, atau pendek kata kebudayaan) yang secara analitis merupakan fakta yang terpisah dari individu.

Seseorang tidaklah boleh melakukan sesuatu sekehendak hatinya atau menurut dorongan naluri semata, tetapi ia juga perlu menyesuaikan dengan aturan yang berlaku di dalam masyarakatnya baik menurut aturan lisan maupun aturan tertulis, tentang “apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan” dalam konteks kehidupan bermasyarakat.

Sebagai contoh, membaca buku adalah kegiatan yang diajurkan untuk menambah wawasan. Dalam konteks ini, membaca buku dapat menjadi kegiatan terlarang apabila dilakukan di tengah jalan bebas hambatan. Hal tersebut karena secara fakta sosial jalan menjadi tempat manusia untuk melakukan mobilitas dan perjalanan. Meskipun jalan merupakan tempat yang luas untuk membaca buku, kenyataannya manusia beresiko dan sulit untuk melakukannya.

Realitas Sosial

Istilah ini dikenalkan oleh sosiolog bernama Peter Ludwig berger dan Thomas Luckman. Realitas sosial artinya melihat suatu masayrakat sebagai sebuah proses berlangsungnya tiga momen dialektis yang meliputi eksternalisasi, objektifitas dan internalisasi.

Kamis, 20 Agustus 2020

Kehidupan Sosial sebagai Objektivitas

oleh: Tegar Firman Abadi

Penjelasan tentang objektivitas sendiri adalah suatu sikap dalam melakukan, penyelidikan, pengamatan, dan melihat suatu kenyataan secara objektif. Objektif artinya seorang pengamat harus mampu memisahkan antara prasangka dengan objek yang ditelitinya. Hal tersebut dilakukan supaya objek yang ditelitinya jauh dari bias dan kesalahan informasi. Cara penyelidikan ini lumrah digunakan dalam ilmu alam, untuk mengetahui hukum-hukum alam secara ilmiah. Persepsi dan mitos pada ilmu alam (Sains) dapat dipisahkan sehingga menghasilkan suatu ilmu yang lebih akurat dan presisi. Sebagai ilustrasi kita coba amati objek daun yang berwarna hijau, suka tidak suka, warna daun memang begitu adanya. Dari ilsutrasi tersebut kita jadi tahu pentingnya prinsip objektivitas dalam menyampaikan informasi yang sebenarnya.

Memasuki abad pencerahan paradigma positivisme dibawa ke dalam penyelidikan kehidupan sosial. Positivisme artinya bahwa pola dalam kehidupan sosial dapat diukur, dan dicari kausalitasnya melalui metode-metode yang digunakan oleh ilmu alam. Prinsip dasar yang harus dilakukan supaya penyelidikan tentang kehidupan sosial dapat dikategorikan menjadi ilmiah yaitu, harus bersifat objektif, dipersepsikan melalui inderawi, diatur oleh hukum-hukum universal. Dengan prinsip tersebut diharapkan ilmu sosial seperti sosiologi mampu menciptakan dalil dan teori yang bebas dari prasangka dan persepsi. Sosiologi dapat menjadi sebuah pengetahuan murni yang tidak dipengaruhi oleh nilai dari suatu tradisi atau kelompok tertentu. Sebagai contoh, dalam kehidupan kita sehari-hari pasti ada yang disebut norma yang selalu mengontrol diri kita. Suka tidak suka secara ilmiah keberadaan norma selalu ada di dalam masyarakat.

Dalam praktiknya, muncul perdebatan antar sosiolog terkait prinsip objektivitas dalam penyelidikan kehidupan sosial. Beberapa sosiologi menganggap prinsip objektivitas merupakan sesuatu yang penting dan harus, sedangkan yang lainnya justru menganggap mustahil untuk dilakukan. Berikut lima argument yang membuat sosiologi pada dasarnya tidak berisfat objektif: 

1) Penilaian sosiologi bersifat subjektif karena kebanyakan dipengaruhi oleh pengalaman dan sejarah hidup si pelakunya. Contoh, Kita tidak bisa menyimpulkan bahwa masyarakat adat yang ada di Indonesia tertinggal dari modernisasi, mereka justru menolaknya dan menganggap cara tradional mereka yang lebih tepat.

2) Semua penjelasan dan kesimpulan dari penyelidikan dibatasi oleh makna dan bahasa tertentu. Contoh, bagi seseorang yang tinggal di Yogyakarta masakan manis merupakan masakan yang enak, tapi untuk daerah lain mungkin punya patokan lain untuk menjelaskan suatu masakan disebut enak

3) Teori sosiologi diciptakan oleh siapa dan di masyarakat mana. Contoh, masyarakat dari budaya timur dan barat tentu memiliki kebudayaan yang berbeda, sehingga sosiolog tidak dapat menggunakan teori yang sama untuk melihat peristiwa yang terjadi di setiap tempat

4) Hasil penyelidikan tentang masyarakat di pengaruhi oleh basis teori apa yang digunakan.
Contoh, dilihat dari teori structural, apabila ada seseorang bergaya rocker dan hidup dijalanan maka kesimpulannya adalah adanya penyimpangan dari struktur. Jika dilihat dari fenomenologi kita akan mengungkap bahwa mereka memiliki jalan hidup yang berbeda dari orang pada umumnya

5) Hampir setiap masyarakat memiliki nilai sosial yang bersifat partikular dan pada akhirnya para sosiolog akan dipengaruhi oleh hal itu sehingga sulit sekali untuk objektif. Contoh, bagi seseorang yang dibesarkan oleh nilai religus maka realitas dan ranah pemikirannya pasti tidak dapat dilepaskan dari keyakinan yang dianutnya. Bagi yang dibesarkan di keluarga pedagang pasti pemikiran dan konsepnya dipengaruhi oleh ranah ekonomi.

Meskipun terdapat beberapa argumen yang menyangkal bahwa sosiologi sulit untuk menjadi ilmu pengetahuan yang objektif. Namun, bagi sosiolog yang lain menyelidiki kehidupan sosial sebagai objektivitas adalah perlu dan mungkin untuk dilakukan. Mereka juga memiliki klaim bahwa pada dasarnya sosiologi seperti hukum ilmu pengetahuan alam. Sehingga prinsip objektivitas dapat dipertanggung jawabkan melalui debat terbuka serta menggunakan metode yang ketat. Perlu dicatat juga bahwa praktik dalam metode ilmu pengetahuan alam juga seringkali tidak sesuai dengan skemanya. Seperti saat melakukan eksperimen sangatlah sulit untuk mengulangi dalam bentuk yang sama. Beberapa cabang ilmu alam seperti astronomi dan teori evolusi biologis juga tidak melakukan ekperimen dan penelitian secara ketat. Dari tulisan ini dapat dipahami bahwa sosiologi sendiri memiliki posisi ilmu dalam mengkaji kehidupan sosial dengan beragam paradigmanya yang  mengarahkan pada objektivitas maupun subjektifitas

 Abercrombie, N., dkk. 2006. Kamus sosiologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Agus Salim, 2006. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial Yogyakarta:Tiara Kencana

Steven Bruce, dkk. 2006.The Sage Dictionary of Sociology.London: SAGE Publications Ltd



 #ilmusosial #sosiologi #objektivitas #sosiologisebagaiilmu #fungsisosiologi #objeksoiologi