-->

Kamis, 01 Desember 2016

Realitas sosial sebagai Objek kajian sosiologi

Untuk memahami konsep realitas sosial diperlukan penjelasan yang bertahap, seperti penjelasan mengenai realitas objektif, realitas subjektif dan hukum konstruktif dari Peter L. Berger.

A. Realitas Objektif
Kehidupan manusia yang sering di hadapai sehari-hari merupakan suatu fakta. Dengan kata lain masyarakatlah yang mempengaruhi dan membentuk perilaku manusia melalui suatu aturan, yang sebenarnya merupakan produknya sendiri. Dalam hal ini, kehidupan manusia hanyalah sebagai objek atau sasaran dari aturan itu sendiri. Untuk memudahkan dalam memahami relitas objektif diberikan contoh sebagai berikut,

“Sarana belajar merupakan peranan yang penting terhadap kemajuan belajar seorang siswa. Dengan adanya kelengkapan belajar tersebut dapat berpengaruh terhadap prestasi belajar yang akan dicapai siswa.”




Dalam contoh tersebut siswa merupakan objek dari sarana belajar yang diciptakan oleh manusia sendiri. Prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh sarana belajar yang merupakan factor eksternal di luar dirinya. Dalam sudut pandang kehidupan objektif tidak mempertimbangkan motivasi dan kemampuan seseorang secara pribadi. Dapat dikatakan bahwa prestasi siswa dipengaruhi oleh sarana belajar, tanpa melihat minat, motivasi dan upaya pribadinya.
Sifat dari realitas social objektif berlaku umum, seperti halnya hukum fakta social Emile Durkheim yang juga memiliki sifat memaksa di luar individu. Realitas objektif juga dapat dikatakan sebagai pengetahuan manusia yang bersifat masal (umum). Untuk contoh yang kedua sebagai berikut,


“ Dengan rajin belajar maka prestasi siswa akan meningkat”

Dari contoh diatas, kita dapat melihat realitas objektif (pengetahuan masal) adalah diberlakukannya aturan rajin belajar, membuat siswa (objek aturan) dapat meningkat prestasinya. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa dengan diterapkannya aturan rajin belajar akan mempengaruhi prestasinya. Namun, cara pandang tersebut juga menimbulkan pertanyaan. Seperti apa sebenarnya perwujudan dari rajin belajar tersebut. Realitas objektif memang tidak melihat karakter unik dari masing-masing individu. Dapat dikatakan masyarakat sepakat bahwa rajin belajar merupakan langkah konkret untuk meningkatkan prestasi siswa (objek). Namun pemahaman siswa terhadap prestasi dan rajin belajar ketika dirinya menjadi subyek, akan sangat beragam maknanya. 

B. Realitas Subjektif
Kehidupan manusia yang sering di hadapai sehari-hari dapat dilihat dari sudut pandang pelaku atau subjeknya. Kenyataannya justru banyak realitas yang tidak terjelaskan ketika dilihat dari sisi objeknya saja. Supaya memiliki penjelasan yang lebih komprehensif perlu dilihat dari kacamata pelaku atau subjeknya. Subjek dalam hal ini bias individu maupun insitusinya. Untuk memahaminya diberikan contoh sebagai berikut,


“ Jenifer memiliki gagasan yang sedikit unik dari kebanyakan orang, dimana ia belajar justru sambil mendengarkan music rock, selain itu intensitas belajar yang sedikit namun rutin dinilainya ampuh untuk mencapai prestasi yang diinginkan, menurutnya prestasi bukanlah nilai dan piala, akan tetapi kebermanfaatanya untuk orang lain.

Dalam contoh tersebut Jenifer sebagai subjek berusaha mengungkapkan gagasan-gagasan baru terhadap cara-cara yang selama ini telah disepakati bersama oleh sebagian besar orang. Jenifer melakukan hal yang dinilainya tidak seperti umumnya di masyarakat. Jenifer sebagai subjek secara aktif mengkonstruksi apa yang telah di pahami masyarakat tentang cara belajar dan pemahaman prestasi. Cara-cara beserta tindakan Jenifer sebagai subjek tidak harus di terima di masyarakat. Kemungkinan hanya Jenifer yang dapat melakukan hal tersebut. Namun disisi lain gagasan dan pemikiran jenifer sebagai subjek juga dapat memberikan pengaruh kepada orang lain. Pada akhirnya sebagai subjek dapat memberikan pengaruh atau bahkan mengendalikan posisi objek.

C.  Kehidupan social merupakan proses Objektivikasi
Apa yang dimaksud dengan Objektivikasi?
Objektivitas merupakan proses dimana gagasan-gagasan dari masing-masing individu yang tereksternalisasi dengan cara di interaksikan kepada individu yang lain. Ketika gagasan kita di sepakati dan menjadi gagasan umum dimasyarakat itulah realitas subjektif berubah menjadi realitas objektif atau disebut objektifikasi.
Untuk memudahkan proses objektivikasi diberikan contoh sebagai berikut,

“ Alfredo merupakan ilmuan yang tinggal di desa nelayan. Selama proses penelitian, dia mengugkapkan terjadinya penurunan populasi penyu di laut akibat penangkapan besar oleh nelayan. Karena kedekatanya dengan para nelayan Alfredo sering sekali berkumpul dan mengobrol denganya. Ketika saling berkumpul, ia mengungkapkan gagasannya kedapa nelayan untuk tidak menangkap penyu. Hal tersebut langsung saja disepakati oleh nelayan, karena seblumnya dari merekapun sudah sadar bahwa penangakapan penyu berakibat terhadap kepunahannya. Akhirnya, seluruh nelayan secara bertahap tidak lagi menangkap penyu, secara adatpun sepakat bahwa penangkapan penyu akan mendapatkan sanksi. Aturan yang telah dibuat dan disepakati bersama di sosialisasikan kepada pemuda-pemuda di desa tersebut yang nantinya akan berprofesi sebagai nelayan.”


Ilustrasi di atas menggambarkan bahwa kehidupan social merupakan proses objektivikasi dimana individu sealalu memiliki gagasan untuk menciptkan suatu aturan untuk mengatur kehidupannya. Bahkan si pencetus aturan pun pada akhirnya juga akan dipengaruhi oleh aturan yang dibuatnya sendiri maupun secara kolektif. Menurut Peter L.Berger bahwa kehidupan social kita merupakan proses dari eksternalisasi, objektivikasi dan internalisasi. Ketiga elemen ini bergerak secara dialektis. Artinya Kehidupan social merupakan proses dialektis (saling mempengaruhi) antara subjek dan objek.


SIKLUS KONSTRUKSI
KETERANGAN
Eksternalisasi
-   Proses dimana individu memiliki suatu gagasan yang kemudian diinterkasikan kepada orang lain dalam bentuk saling mempengaruhi.
-        Pengetahuan yang dimiliki individu yang kemudian disampaikan kepada individu yang lainya
Objektivikasi
-  Gagasan yang dimiliki dari berbabagi individu hingga mencapai suatu kesepakatan dan menciptkan pengetahuan baru yaitu pengetahuan masal (kolektif).
-    Merupakan proses terbentuknya norma secara (kolektif)
-        Proses pelembagaan (institusional)
Internalisasi
-  Proses sosialisasi pengetahuan bersama (kolektif), dan gagasan yang telah disepakati sebelumnya kedapa masyarakat supaya, individu di dalam masyarakat semakin memahami, pengetahuan kolektif tersebut.
-      Norma dipahami, oleh setiap individu dan mendarah daging dalam jiwa indivdu.
- Realitas objektif (masyarakat) bersemayam dalam kesadaran subyektif (individu)

Peter L. Berger mengatakan bahwa realitas terbentuk secara sosial, artinya sebagai sebuah institusi media akan langsung mempengaruhi dan dipengaruhi oleh society/ masyarakatnya. Media yang dipandang sebagai sebuah institusi yang tidak pernah lepas dari pertarungan kekuatan sosial, politik dan ekonomi saling berlomba mencari otoritas untuk mendefinisikan realitas, sehingga realitas menjadi dari kekuasaan. Dengan kata lain media tidak pernah terlepas dari keseharian hidup masyarakat, mereka selalu mengalami proses dialektis, yaitu eksternalisasi, objektifikasi dan internalisasi. Pada proses eksternalisasi manusia mengeluarkan gagasan ketika berinteraksi antara satu dengan lainnya. Pada proses objektifikasi gagasan tersebut menjadi realitas objektif, sedangkan pada proses internalisasi realitas objektif tersebut tertanam kembali kepada manusia melalui sosialisasi yang dialami secara kolektif manusia mentransformasikan struktur yang objektif tersebut kedalam struktur kesadaran subjektif.

Referensi :
Poloma, Margaret M, 1979. Contemporary Sociological Theory. Diterjemahkan oleh Tim Penerjemah YASOGAMA. Jakarta : Rajawali Pers.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar