Fenomena
Sosial
Fenomena sendiri dikenalkan oleh filsuf Imanuel Kant. Fenomena
diartikan sesuatu yang nampak pada diri kita. Sedangkan sesuatu yang apa adanya
disebut nomena. Menurut Kant sesuatu apa adanya (nomena) atau objektif tidak dapat diakses oleh manusia. Jadi sesuatu yang sudah dipersepsikan ,
diakses dan dipahami orang disebut fenomena.
Untuk contoh pertama, teh manis itu sebenarnya tidak ada secara
objektif, teh manis baru ada ketika sudah di persepsikan dan dicoba oleh
manusia. Rasa manis yang baisanya ada pada gula dan madu kini dapat dipadukan
dengan teh. Jadi sebenarnya fenoma bukanlah hal yang unik karena setiap
pengalaman yang telah dipersepsikan manusia itu sendiri menjadi fenomena
Konsep fenomena sosial sendiri adalah melihat masyarakat dari
kacamata masing-masing individu. Setiap individu memiliki pemikiran yang
beragam terhadap kehidupan sosialnya. Dalam masyarakat tidak ada peristiwa dan
kejadian yang baku kecuali apa yang telah dipersepsikan oleh manusia.
Sebagai contoh untuk fenomena sosial, ketika diterapkan aturan
untuk jaga jarak, saat itu juga persepsi yang muncul di masyarakat sangat
beragam. Ada yang beranggapan bahwa ini sengaja untuk memecah persatuan. Yang
lain juga beranggapan bahwa jaga jarak terkait rencana penanaman mirochip di
tubuh manusia. Beberapa beranggapan jaga jarak itu saat di area yang ada
petugasnya.
Dari konsep ini kehidupan sosial tidak sebatas dari yang kita
pahami namun juga dari yang orang lain pahami juga. Bukan hanya dari aturannnya
namun dari bagaimana manusia mempersepsikannya.
Fakta Sosial
Istilah ini dikenalkan oleh sosiolog bernama Emile Durkheim, menurutnya masayarakat tidak dapat dijelaskan dari ranah individu seperti dalam fenomenologi. Masyarakat itu bersifat eksternal dan objektif sehingga bukan prasangka yang dibuat oleh indivu. Melalui konsep fakta sosial kehidupan sosial dapat diperhitungkan dan dijelaskan secara objektif.
Fakta sosial mengartikan kehidupan
sosial sebagai suatu kekuatan di luar manusia yang mampu memaksa, dan mengatur kehidupan
manusia. Apa yang terjadi pada manusia di dalam masyarakat semuanya merupakan
bentukan darinya. Kekuatan eksternal tersebut berwujud seperti aturan (apakah itu undang-undang, hierarki
kekuasaan dan wewenang, sistem peradilan, serangkaian peran sosial, nilai dan
norma, pranata sosial, atau pendek kata kebudayaan) yang secara analitis
merupakan fakta yang terpisah dari individu.
Seseorang tidaklah boleh melakukan
sesuatu sekehendak hatinya atau menurut dorongan naluri semata, tetapi ia juga perlu
menyesuaikan dengan aturan yang berlaku di dalam masyarakatnya baik menurut
aturan lisan maupun aturan tertulis, tentang “apa yang boleh dan apa yang tidak
boleh dilakukan” dalam konteks kehidupan bermasyarakat.
Sebagai contoh, membaca buku adalah
kegiatan yang diajurkan untuk menambah wawasan. Dalam konteks ini, membaca buku
dapat menjadi kegiatan terlarang apabila dilakukan di tengah jalan bebas
hambatan. Hal tersebut karena secara fakta sosial jalan menjadi tempat manusia
untuk melakukan mobilitas dan perjalanan. Meskipun jalan merupakan tempat yang
luas untuk membaca buku, kenyataannya manusia beresiko dan sulit untuk
melakukannya.
Realitas Sosial
Istilah ini dikenalkan oleh sosiolog bernama Peter Ludwig berger dan Thomas Luckman. Realitas sosial artinya melihat suatu masayrakat sebagai sebuah proses berlangsungnya tiga momen dialektis yang meliputi eksternalisasi, objektifitas dan internalisasi.
Eksternalisasi adalah proses dimana individu memiliki suatu gagasan dan
perilaku yang kemudian disampaikan kepada orang lain dalam bentuk pengaruh.
Objektivikasi ialah gagasan atau perilaku yang disampaikan oleh berbabagi individu hingga mencapai suatu kesepakatan dan menciptakan pengetahuan dan norma yang objektif .Objektivikasi juga disebut sebagai proses pelembagaan (institusional).
Internalisasi adalah proses dimana setiap individu di masyarakat menyerap atau memahami nilai, norma, dan pengetahuan objektif dalam realitas kehidupannya
Apa yang terjadi di masyarakat
sebenarnya adalah sebuah proses perjalanan aktivitas manusia dalam membangun
kehidupan sosialnya. Setiap individu memiliki sumbangsih gagasan yang pada
akhirnya nanti menciptakan suatu kesepakatan objektif. Hasil dari kesepakatan
kemudian di internalisasikan pada setiap individu. Setiap masyarakat memiliki
realitas sosialnya masing-masing. Melalui konsep realitas sosial ini kehidupan
sosial harus dilihat sebagai proses rangkaian dialektis.
Sebagai ilustrasi, di awal kemunculan
sepeda motor sekuter matic, justur animo masyarakat di Indonesia kurang saat
itu. Masyarakat lebih tertarik pada jenis bebek manual yang dinilai lebih irit,
praktis dan murah perawatan. Namun jika kita lihat saat ini justru yang terjadi
sebaliknya dimana jenis sepeda motor yang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia
berjenis matic. Sepeda motor jenis matic justru sekarang yang mendapat predikat
motor irit, praktis dan mudah perawatan dibandingkan motor bebek yang mulai
ditinggalkan konsumennya. Dalam konsep realitas sosial masyarakat tidak baku
dan statis seperti yang dijelaskan apda fakta sosial.
Kesimuplannya fenomena sosial melihat suatu kondisi masyarakat dari kaca-mata individu. Fakta sosial melihat suatu kondisi masyarakat dari aturan, struktur atau kekuatan eksternal yang mempengaruhi indiivdu. Sedangkan realitas sosial melihat suatu kondisi masyarakat dari proses dialektis antara struktur dengan individu dalam membangun kehidupan sosial
Abercrombie, N., dkk. 2006. Kamus sosiologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Agus Salim, 2006. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial Yogyakarta:Tiara Kencana
Steven Bruce, dkk. 2006.The Sage Dictionary of Sociology.London: SAGE Publications Ltd
Tidak ada komentar:
Posting Komentar