-->

Jumat, 11 April 2014

Hakikat Ilmu Pengetahuan


“Pengetahuan berakar dari rasa ingin tahu. Akar pengetahuan memang pahit, tapi buahnya terasa manis”
Namun, apa itu pengetahuan? Apa bedanya dengan ilmu pengetahuan

Manusia merupakan makhluk yang memiliki kemampuan untuk berpikir, berkehendak dan merasa. Dengan pikirannya manusia mendapatkan (ilmu) pengetahuan, dengan kehendaknya manusia mengarahkan perilakunya, dan dengan perasaannya manusia dapat mencapai kesenangan (Sorjoeno, 2007). Manusia bukanlah makhluk instingsif yang murni. Pikirannya terus berkembang untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Upaya adaptasi manusia terhadap lingkungannya melalui proses panjang dan kesinambungan. Berawal dari rasa ingin tahu, lalu dengan pengalaman yang bersifat trial dan error hingga melalui pembuktian ilmiah kebenarannya dapat teruji secara empiris. Dapat diterima secara inderawi serta dibenarkan oleh rasio.
Sebagai makhluk yang diberi akal budi, manusia memiliki hasrat untuk ingin tahu yang lebih tinggi (sense of curiocity) dibandingkan makhuk yang lainnya. Rasa dan hasrat tersebut yang telah memotivasi manusia dalam proses untuk terus mencari sesuatu yang baru di luar dirinya. Dapat dikatakan bahwa manusia merupakan makhluk yang selalu ingin bertanya dan mencari jawabannya. Jawaban yang berusaha dicari manusia tersebutlah yang pada akhirnya akan memunculkan sebuah ilmu pengetahuan. Untuk mencapai dimensi ilmiah ada pengetahuan pendukung. Pertama, dorongan untuk mengetahui yang muncul dari keterpaksaan untuk mempertahankan hidup. Kedua, dorongan kebutuhan untuk mengetahui lebih mendalam, yakni untuk menemukan tata susunan yang sesungguhnya dalam kenyataan. Ketiga, dorongan untuk mengetahui menyangkut penilaian mengenai realisasi meng-adanya (eksistensi) manusia. (Jalaluddin, 2013).
Ilmu pengetahuan sendiri terdiri dari dua komponen yaitu “ilmu” dan “pengetahuan”.  Ilmu adalah kumpulan pengetahuan yang disusun secara sistematis dan diperoleh dari aktivitas berpikir manusia melalui metode tertentu yang kebenarannya dapat diuji kritis oleh orang lain. Sedangkan pengetahuan adalah kesan dalam pikiran manusia sebagai hasil dari penggunaan panca indranya. Tidak semua pengetahuan merupakan ilmu, namun semua ilmu merupakan sebuah pengetahuan. Pengetahuan alamiah hanya terbatas pada rangkaian informasi tentang sesuatu benda, fakta peristiwa, dan lainnya. Melalui pengetahuan alamiah, seseorang hanya dpat “mengetahui” atau “tahu” saja. Ilmu pengetahuan tidak sesederhana itu. Tidak hanya sekedar pengetahuan terhadap realitas seperti apa adanya. Ilmu pengetahuan ingin mengetahui secara lebih dalam terhadap semuanya itu. Untuk memperolehnya, Maka perlu dilakukan beberapa pendekatan yang dapat dipercaya mampu mengungkapkan kebenaran secara sahih (valid) dan tidak sebatas “Asal terima”. 

sumber ilustrasi: kevtak.com 
Secara bahasa science berarti “keadaan atau fakta mengetahui dan sering diambil dalam arti pengetahuan (knowledge) yang dikontraskan dengan intuisi dan kepercayaan. Ilmu pengetahuan yang dimaksud dengan sains (science) adalah pengetahuan ilmiah atau pengetahuan bersifat ilmu, secara ilmu pengetahuan, memenuhi syarat (hukum) ilmu pengetahuan. Dengan demikian hanya pengetahuan yang yang memenuhi syarat-syarat dimaksud bisa disebut sains (ilmu pengetahuan). van Puersen berpendapat bahwa yang disebut ilmu pengetahuan adalah adalah pengetahuan yuang terorganisasi, yaitu dengan sistem dan metode berusaha mencari hubungan-hubungan tetap di antara gejal-gejala. Menurut Achmad Baiquni ilmu pengetahuan, sebagai himpunan pengetahuan manusia yang dikumpulkan melalui porses pengkajian dan dapat diterima oleh rasio, artinya dapat dinalar. (Jalaluddin, 2013). Soerjono Soekanto (2007) mengemukakan elemen dasar dari ilmu pengetahuan (sains) meliputi:
1. Pengetahuan, kesan dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan pancaindra yang berbeda dengan kepercayaan dan informasi yang keliru.
2. Tersusu secara sistematis, tidak semua pengetahuan adalah ilmu, karena hanya pengetahuan yang tersusun secara sistematis saja yang dapat dikatakan sebagai ilmu
3.  Menggunakan pikiran, pengetahuan diperoleh melalui pengamatan/observasi yang diterima melalui pancaindra dan diolah menggunakan pikiran.
4.  Objektif, ilmu pengetahuan harus dapat diketahui/dikontrol oleh masyarakat umum yang mungkin berbeda dengan yang kita kemukakan. 
Proses Perkembangan Ilmu Pengetahuan
George J. Mouly mengemukakan sudut pandangnya tentang perkembangan ilmu pengetahuan dengan menggunakan proses sebagai pendekatan. Menurutnya ada tiga tahap perkembangan ilmu pengetahuan yaitu, animisme, empiris kemudian menjadi teoritis (jalaluddin, 2013).
1. Animisme
Seperti proses terjadinya hujan hingga terjadinya banjir yang selalu dihubungkan dengan perbuatan dewa-dewa  merupakan sebuah pemikiran masyarakat yang masih primitif. Pada tahap ini ilmu pengetahuan masih dihubungkan dengan unsur-unsur mitos. Dalam hal ini para dewa memainkan peranan penting dalam kehidupan. Keadaan yang bersifat gaib atau fase animistis ini belum sepenuhnya berlalu, bahkan pada beberapa golongan beradab. Sebagai contoh di negara seperti Amerika, kepercayaan gaib akan kucing hitam dan guna-guna masih dijumpai. Di Indonesia sendiri masih banyak di jumpai praktek pengobatan alternatif yang keabsahannya menjadi susah dibuktikan melalui metode sains.
2. Ilmu Empiris
Dalam fase ini gejala alam tidak lagi dihubungkan dengan alam gaib. Lambat laun masyarakat mennyadari bahwa gejala alam dapat diterangkan sebab-musababnya. Fase ini merupakan fase paling penting dalam menandai permulaan ilmu pengetahuan sebagai pendekatan sistematis dalam pemecahan masalah. Dalam prosesnya langkah-langkah ini dilakukan melalui observasi yang lebih sistematis dan kritis, pengujian hipotesis secara sistematis dan diteliti di bawah kontrol. Ilmu pengetahuan pada tingkat empiris ini adalah untuk mengungkapkan mengapa berbagai gejala bisa terjadi. Proses yang dimaksud tersusun secara sistematis melalui:
a.     Pengalaman
Ilmu pengetahuan dimulai dengan observasi/pengamatan, dan ditambah dengan observasi  lanjutannya. Menurut George J. Mouly pengalaman yang dikumpulkan indivdiual tidaklah cukup. Selain terpisah-pisah pengalaman yang demikian itu masih belum memiliki arti dalam prinsip keilmuan.
b.     Klasifikasi
Klasifikasi merupakan dasar fungsional, suatu prosedur pokok dalam penelitian sebagai cara sederhana dan cermat dalam memahami sejumlah besar data. Makin persis klasifikasi dibuat, makin jelas arti yang dibawannya dan makin spesifik pula dasar yang membentuk klasifikasi tersebut. Dalam klasifikasi ini akan terbentuk kelompok data dalam kelas-kelas khsusu yang lebih spesifik.
c.     Kuantifikasi
Kuantifikasi (penghitungan) dapat memberikan ketelitian yang diperlukan bagi klasifikasi dalam ilmu yang lebih matang.  Dengan penggunaan sistem numerik, kuantifikasi lebih teliti. Selain itu dengan kuantifikasi data terkumpul dapat dijelaskan melalui satuan-satuan lambang yang konkret
d.     Penemuan hubungan-hubunagan
Lewat berbagai klasifikasi dapat ditemukan hubungan antara aspek-aspek komponennya. Hubungan fungsional antara berbagai gejala dapat juga diobservasi lewat urutan kejadian. Hubungan tersebut misalnya, ukuran fisik berkaitan dengan umur. Kemudian tingkat usia dihubungkan dengan kematangan mental. Dari kematangan mental ini baru dihubungkan dengan kemampuan membaca. Dalam proses penemuan penghubungan diperlukan seleksi yang tepat.
e.     Perkiraan kebenaran
Menemukan kebenaran dalam ilmu pengetahuan, prosesnya cukup panjang. Kebenaran yang dicapai tidak sekali jadi, dan bukan berdasarkan perkiraan semata. Kebenaran demi kebenaran harus diproses secara berulang-ulang hingga ditemukan kebenaran empiris.
3. Ilmu Teoritis
Ilmu teoritis merupakan perkembangan terakhir dan sempurna dari ilmu pengetahaun, di mana hubungan dan gejala yang ditemukan dalam ilmu empiris diterangkan dengan dasar suatu kerangka pemikiran tentang sebab-musabab sebagai langkah untuk meramalkan dan menentukan cara untuk mengontrol kegiatan agar hasil yang diharapkan dapat dicapai. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan, teori dapat digunakan untuk meramal dan mengarahkan penemuan fakta empiris, misalnya bom atom tidaklah dibuat secara empiris. Enstein dan rekan-rekannya mulanya hanya mengembangkannya secara teoritis. Setelah itu berpaling pada pengujian secara empiris. 

Tanpa ilmu pengetahuan manusia akan banyak mengalami kebuntuan dan kesesatan dalam menjalani kehidupan. Hal tersebut seperti kisah yang terjadi di negara Prancis dimana ada seorang botanis yang mengidentifikasi tomat sebagai “buah persik serigala”. Beredar mitos bahwa siapa yang memakannya, akan kejang, keluar busa, dan dapat menyebabkan kematian. Seseorang pada saat itu tidak berani  menyentuhnya apalagi memakannya. Tomat pada akhirnya hanya dijadikan sebagai tanaman hias. Pada saat itu radang gusi menjadi wabah penyakit yang yang berbahaya. Wabah tersebut muncul akibat kurangnya vitamin C, yang justru banyak terkandung di dalam buah tomat. Obat radang gusi yang melimpah dipekarangan, tapi mereka mati karena paradigma yang keliru. Sesat pikir tersebut akhirnya berubah ketika beredar sebuah informasi baru. Bangsa Itali dan Spanyol mulai mengkonsumsi tomat. Sejak saat itu buah tomat menjadi populer untuk dikonsumsi apalagi semenjak mereka mengetahui khasiatnya yang telah teruji (Sumardianta, 2013).

Daftar Pustaka:
Jalaluddin. 2013. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Rajawali Pers.
Soerjono Soekanto. 2007. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.
Sumardianta. 2013. Guru Gokil Murid Unyu. Yogyakarta: Bentang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar